JAKARTA - Sepanjang tahun 2025, harga tembaga mencatat lonjakan signifikan lebih dari 35%, menandai salah satu performa terbaik di sektor logam.
Harga tembaga global melampaui USD12.000 per ton di London Metal Exchange awal pekan lalu, menunjukkan tren yang terus meningkat.
Lonjakan ini seiring dengan meningkatnya permintaan dari sektor teknologi, keterbatasan pasokan, serta dinamika tarif perdagangan internasional.
- Baca Juga Pemkab Sleman Tambah Stok LPG 3 Kg Aman
Tembaga diyakini akan mencatatkan kenaikan tahunan terbesar sejak 2009, seiring dengan pertumbuhan industri dan kebutuhan energi yang terus meningkat.
Tembaga Sebagai Barometer Ekonomi
Berbeda dengan emas dan perak, pergerakan harga tembaga tidak terlalu dipengaruhi sentimen investor, melainkan oleh permintaan fisik dan ekspansi industri.
Karena perannya yang krusial dalam jaringan listrik, konstruksi, dan mesin industri, tembaga sering dijuluki “Dokter Tembaga” dan dianggap barometer kesehatan ekonomi.
Harga yang meningkat biasanya menandakan pertumbuhan ekonomi yang kuat, sementara penurunan harga sering kali menjadi sinyal perlambatan, menurut Goldman Sachs Research.
Eoin Dinsmore dari Goldman Sachs Research menambahkan, tembaga menjadi “penerima manfaat utama dari investasi infrastruktur jaringan dan energi global, karena AI dan sektor pertahanan meningkatkan kebutuhan akan jaringan energi yang kuat dan aman.”
Faktor Pemicu Kenaikan Harga Tembaga
Beberapa faktor utama mendorong kenaikan harga tembaga, termasuk keterbatasan pasokan dari wilayah penghasil utama seperti Chile dan Indonesia serta bencana lingkungan.
Gregory Shearer dari JPMorgan menyebutkan, pertumbuhan pasokan tambang diperkirakan cenderung datar, dengan proyeksi pertumbuhan hanya sekitar +1,4% pada 2026, lebih rendah sekitar 500 kmt dibanding perkiraan awal tahun.
Selain itu, tarif impor yang diberlakukan pemerintahan Trump pada Juli 2025 menambah tekanan pada pasar, sementara investasi besar-besaran di sektor AI meningkatkan kebutuhan tembaga untuk pusat data.
Sebuah fasilitas pusat data AI berskala besar bahkan dapat membutuhkan hingga 50.000 ton tembaga, memperkuat permintaan industri global.
Proyeksi dan Implikasi Lonjakan Harga
JPMorgan Global Research memperkirakan harga tembaga akan mencapai USD12.500 per ton pada kuartal kedua 2026, dengan rata-rata sepanjang tahun sekitar USD12.075 per ton.
Meskipun tren harga optimistis, para ahli mengingatkan bahwa implikasi jangka panjang masih bergantung pada adaptasi pasar, pemerintah, dan industri terhadap dinamika perdagangan global baru-baru ini.
David Koch, CFP dan direktur manajemen portofolio di Halbert Hargrove, menyoroti bahwa “persimpangan tarif dan harga tembaga pada Juli 2025 menampilkan dinamika kompleks pasar komoditas global. Efek langsungnya adalah kenaikan tajam, namun konsekuensi jangka panjang bergantung pada respons pasar dan kebijakan industri.”
Selain sebagai indikator ekonomi, kenaikan harga tembaga juga memberi sinyal penting bagi investor, produsen, dan pembuat kebijakan tentang arah permintaan global, investasi teknologi, dan strategi pasokan logam dasar.
Para analis menekankan, tembaga tetap berbeda dari emas dan perak karena sebagian besar digunakan untuk tujuan industri, bukan sekadar penyimpanan atau investasi, sehingga pergerakannya memberikan gambaran nyata tentang aktivitas ekonomi dunia.
Kombinasi keterbatasan pasokan, lonjakan permintaan teknologi, dan kebijakan perdagangan internasional membuat harga tembaga menjadi sorotan penting bagi pasar global dan perekonomian makro.
Dengan peran vitalnya dalam konstruksi, jaringan energi, dan industri manufaktur, tembaga menjadi salah satu komoditas paling sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi nyata di lapangan.